I.PENDAHULUAN
Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu
kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu
(yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan
semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum.
Namun demiukian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjaadi bidang ketrampilan yang
mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu
gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam)
yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan,
cara-cara yang baik,
untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang
tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian
Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan,yaitu :1. Berjalan (Hill Walking)
Secara
khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang
paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang
hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol
adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2.
Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun
kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap
merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak metode-metode
pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun
prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya
memberi pertolongan.
3.
Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua
jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah
cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah
teknik-teknik pendakian tebing gunung salju.
Dalam
ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping,
Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknik-teknik Rock
Climbing dan lain-lain.
II.PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
II.PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk
menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus
menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas
serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan
fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot.
Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah
ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin
rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan
anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua
yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan
perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki
gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung
keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi
organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu
diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di
ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan
tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu
faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan
dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang
baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu
faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek
pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini
dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung
Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka
yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin
dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-keterbatasan pada diri kita
sendiri.
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :
1. Persiapan
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :
1. Persiapan
Yang
dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
- Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
- Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah
didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak
seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan
dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua
peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah
melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan
evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju
perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V.
FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.
1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.
1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia
termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia
memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh
terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan
terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh
internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme
kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi
sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan
Jumlah Oksigen
Oksigen
bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin
kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya
sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi
haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi
Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu
untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan
aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga
merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam
pendakian. Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah
system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
- Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
- Sukar atau tidak dapat tidur
- Kehilangan control emosi atau lekas marah
- Bernafas agak berat/susah
- Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
- Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.
- Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami
gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah
untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan
kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka
jalan terbaik adalah membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl,
hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan
penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru,
pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan
kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m
kesadarannya dapat hilang sama sekali.
4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang
perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian.
Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi
oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.
VI.
PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER
1. ORIENTASI MEDAN
1. ORIENTASI MEDAN
A. Menentukan arah
perjalanan dan posisi pada peta
- Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
- Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapar dicapai :
1. Kalau
kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak
atau sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan
altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan
kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah
kedudukan kita.
3. Dilakukan
secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang
berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik
identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah
kita daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk
membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam
satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat
membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta
dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam
menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut
yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari
kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan
mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal
perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. MEMBACA KEADAAN ALAM
A. Keadaan udara
- Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
- Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angina panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
- Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang
diterapkan di alam, menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan
dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali
ke tempat semula atau pulang.
3. TINGKATAN PENDAKIAN
GUNUNG
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan
ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat
penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan
ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan
fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam
variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
0 komentar:
Posting Komentar